Penulis: Enid Blyton
Penerbit (untuk terjemahan Indonesia): PT Gramedia Pustaka Utama
Siapa yang tak kenal Enid Blyton? Setidaknya semua teman-teman pada generasi saya tahu karya Lima Sekawan-nya. Enid Blyton menulis banyaakkk sekali buku. Serial favorit saya adalah kisah sekolah asrama seperti Gadis Paling Badung di Sekolah, Malory Towers, dan Si Kembar di St. Clare. Konon karyanya lebih dari 750 buku! Ckckck. Mungkin menulis buku buatnya sama mudahnya seperti saya bikin Mi Instan ya.
Kali ini saya belum menuliskan resensi buku-buku tentang kisah-kisah anak perempuan di asrama. Yang mau saya angkat kali ini satu set karyanya yang terdiri dari 8 buku kecil, yang di masing-masing bukunya berisi tujuh hingga delapan kisah. Dengan kata lain, dengan membeli satu set Seri Kumbang ini, kita mendapat sekitar 60 kisah. Meski ditulis sekitar tujuh puluh tahun yang silam dengan latar belakang negara Inggris atau dunia khayalan penulis, namun masih relevan. Kisah-kisahnya sangat sederhana, tentang hidup sehari-hari, namun memikat. Ada nilai kejujuran, kebaikan, rajin, berani, murah hati, rendah hati, dan nilai-nilai positif lainnya yang dibagikan buat anak-anak, tanpa terasa menggurui.
Ambil saja contoh kisah pertama dari buku pertama: Si Babi Ungu. Ceritanya tentang kedua kakak beradik Jenny dan Will yang diminta ibu mereka memberikan mantel pada seorang tetangga mereka Nyonya Lump. Awalnya mereka tidak mau karena mereka takut melihat perawakan Nyonya Lump. Namun akhirnya mereka pergi juga. Dan ketika mereka tiba di rumahnya, mereka tidak sengaja menjatuhkan celengan babi berwarna ungu miliknya. Seketika mereka lari karena takut. Tapi setelah mereka berlari agak jauh, mereka sadar perbuatan mereka tidak baik lalu mereka kembali dan meminta maaf pada Nyonya Lump. Kisahnya berakhir bahagia, si Nyonya Lump ternyata malah senang si celengannya pecah. Dan Jenny dan Will diajak minum teh dan makan kue, juga diberi kado kecil.
Cerita kecil ini mengajarkan saya setidaknya dua hal besar: tentang bagaimana kita sebaiknya tidak menilai orang hanya dari penampilannya dan tentang pentingnya bertanggung jawab akan perbuatan yang kita lakukan.
Kisah menarik lainnya adalah tentang anak perempuan yang tidak pandai dalam bidang apa pun di sekolahnya karena ia sakit-sakitan. Ketika dia sedih karena dia tidak pandai, ibunya memberi ide agar dia bisa menjadi anak yang paling bersih dan rajin. Di akhir cerita, dia mendapat ‚hadiah‘ yang sangat berharga atas usahanya selalu bersih dan rajin.
Ide ceritanya benar-benar kaya. Aspek apa juga kayaknya ada di buku ini. Ada kisah tentang anak yang tidak pernah langsung datang jika dipanggil ibunya. Ada kisah tentang anak yang tidak suka meminjamkan mainannya. Ada kisah tentang peri yang rakus. Ada kisah tentang anak yang selalu cemberut. Ada kisah tentang anak yang suka berteriak-teriak. Ada kisah tentang anak yang mudah berputus asa dan anak yang selalu memiliki akal. Ada lagi kisah yang berjudul „Gara-gara Jinky“, yang isinya tentang kebaikan berantai. Konsepnya mirip dengan film berjudul „Pay It Forward“. Kaya! Kaya sekali tema-temanya.
Saya ingat bahwa saya pernah membaca kisah-kisah ini ketika saya duduk di sekolah dasar. Saya tidak memiliki buku itu. Entah di mana atau buku siapa yang saya pinjam dulu. Namun karena terkenang akan kisah-kisah menarik itu, ketika saya sudah bekerja dan mendapati kumpulan buku ini, langsung saya ingin memilikinya! Saya membeli ini rasanya jauh sebelum saya hamil. Hahaha. Iya, sebagai orang dewasa, saya juga masih belajar dari kisah-kisah dalam buku ini.
Meski kisah-kisahnya bagus, tidak semua hal dalam buku ini bisa diacungkan jempol. Ada bagian seorang anak yang memberikan pelajaran pada temannya yang tidak baik dengan cara menarik rambutnya atau bagaimana kadang orang tua dalam kisah-kisah ini memberi label pada anaknya. Tapi itu minor sekali. Hal-hal positif di dalamnya lebih mendominasi!
Buat saya Seri Kumbang Enid Blyton ini adalah koleksi wajib yang harus dimiliki di rumah supaya kisah-kisahnya bisa menginspirasi sekaligus membuat anak berefleksi.